Definisi ini menyingkirkan kejang yang
disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini
mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya
mengenai sistem susunan saraf pusat. Dahulu Livingston membagi kejang demam
menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)
dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam
(epilepsi triggered of by fever).
Definisi ini tidak lagi digunakan karena studi prospektif epidemiologi
membuktikan bahwa risiko berkembangnya epilepsi atau berulangnya kejang tanpa demam
tidak sebanyak yang diperkirakan.
Akhir-akhir ini, kejang demam diklasifikasikan
menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana, yang berlangsung kurang dari
15 menit dan umum, dan kejang demam kompleks, yang berlangsung lebih dari 15
menit, fokal, atau multipel (lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam). Di sini
anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurologi atau riwayat kejang demam
atau kejang tanpa demam dalam keluarga.
Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di
Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Eropa
Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan
kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan
(17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada
laki-laki.
Faktor Risiko
Faktor risiko kejang demam pertama yang
penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang
tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus,
anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam
pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan
kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih. Risiko rekurensi
meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul,
temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat
keluarga epilepsi.
Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti.
Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih.
Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak
begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.
Manifestasi Klinis
Umumnya kejang demam berlangsung singkat,
berupa serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral. Bentuk kejang yang
lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan
atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya
sentakan atau kekakuan fokal.
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari
6 menit dan kurng dari 8% berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang
berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk
sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar
kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara
(hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang
unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan
kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang
pertama.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam
yang pertama. Pada bayi-bayi kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas
sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi
berumur kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18
bulan. Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang mempunyai nilai prognostik.
EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam berulang di kemudian
hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam
sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk
mengevaluasi sumber infeksi.
Diagnosis Banding
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus
disingkirkan, khususnya meningitis atau ensefalitis.
Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber
infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien
telah mendapatkan antibiotika maka perlu pertimbangan pungsi lumbal.
Penatalaksanaan
Ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu: (1)
pengobatan fase akut; (2) mencari dan mengobati penyebab; dan (3) pengobatan
profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.
1. Pengobatan fase akut. Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada
waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigenisasi
terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu,
pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres
air dingin dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang
adalah diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam
intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis
maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan
penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut.
Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit, gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB < 10
kg) atau 10 mg (BB > 10 kg). Bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang
5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal
10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah pemberian
fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin
bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam,
lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis
awal untuk bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara
intramuskular. Empat jam kemudian berikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari
pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari
berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum
membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan
bahwa dosis total tidak melebihi 200 mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,
penurunan kesadaran, dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan
fenitoin, lanjutkan fenitoin dengan dosis 4-8 mg/kgBB/hari, 12-24jam setelah
dosis awal.
2. Mencari dan mengobati penyebab. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam
yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai
meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam
berlangsung lama.
3. Pengobatan profilaksis. Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1)
profilaksis intermiten saat demam dan (2) profilaksis terus-menerus dengan
antikonvulsan setiap hari.
Untuk profilaksis
intermiten diberikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat pula diberikan secara
intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB < 10 kg) dan 10 mg (BB > 10 kg)
setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5°C. Efek samping diazepam adalah
ataksia, mengantuk, dan hipotonia.
Profilaksis terus-menerus berguna untuk
mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak
tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Profilaksis
terus-menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2
dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40
mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun
setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.
Profilaksis terus-menerus dapat
dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu:
1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada
kelainan neurologis atau perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal).
2. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal,
atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap.
3. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua
atau saudara kandung.
4. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur
kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu epidose demam.
Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan
ingin memberikan pengobatan jangka panjang, maka berikan profilaksis intermiten
yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau rektal tiap 8 jam di
samping antipiretik.
Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat,
prognosisnya baik dan tidak menyebabkan kematian. Frekuensi berulangnya kejang
berkisar antara 25-50%, umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Risiko untuk
mendapatkan epilepsi
rendah.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !