Patofisiologi
Meningitis tuberkulosis umumnya merupakan penyebaran tuberkulosis primer, dengan fokus infeksi di tempat lain.
Dari fokus infeksi primer, kuman masuk ke sirkulasi darah melalui duktus
torasikus dan kelenjar limfe regional dan dapat menimbulkan infeksi berat berupa
tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan beberapa
fokus metastasis yang biasanya tenang.
Mula-mula terbentuk tuberkel di otak, selaput
otak, atau medula spinalis, akibat penyebaran kuman secara hematogen selama
infeksi primer atau selama perjalanan tuberkulosis
kronik. Kemudian timbul meningitis akibat terlepasnya basil dan antigennya dari
tuberkel yang pecah karena rangsangan mungkin berupa trauma atau faktor
imunologis. Kuman kemudian langsung masuk ruang subaraknoid atau ventrikel. Hal
ini mungkin terjadi segera sesudah dibentuknya lesi atau setelah periode laten
beberapa bulan atau tahun.
Bila hal ini terjadi pada pasien yang sudah
tersensitisasi maka masuknya kuman ke dalam ruang subaraknoid menimbulkan reaksi
peradangan yang menyebabkan perubahan dalam cairan serebrospinal. Reaksi
peradangan ini mula-mula timbul di sekitar tuberkel yang pecah, tetapi kemudian
tampak jelas di selaput otak pada dasar otak dan ependim. Meningitis basalis
yang terjadi akan menimbulkan komplikasi neurologis berupa paralisis saraf
kranialis.
Manifestasi Klinis
Meningitis tuberkulosis dibagi menjadi 3 stadium, tiap stadium
berakhir kira-kira dalam satu minggu. Stadium pertama atau prodromal dengan
gejala demam, sakit perut, nausea, muntah, apatis atau iritabel, tetapi kelainan neurologis
belum ada. Stadium kedua atau stadium transisi, pasien menjadi tidak sadar,
sopor, terdapat kelainan neurologis/paresis, terdapat tanda rangsang meningeal,
refleks abdomen menghilang, timbul klonus pergelangan kaki dan patela. Saraf
otak yang biasa terkena adalah N. III, IV, VI, dan VII. Stadium ketiga pasien
dalam keadaan koma, pupil tidak bereaksi, kadang-kadang timbul spasme klonik
pada ekstremitas, pernapasan tidak teratur, demam tinggi, dapat terjadi
hidrosefalus.
Pemeriksaan
Penunjang
Laju endap darah meninggi. Cairan
serebrospinal berwarna jernih atau xantokrom, bila biarkan mengendap akan
membentuk batang-batang, kadang-kadang dapat ditemukan mikroorganisme di
dalamnya. Jumlah sel berkisar antara 200-500/mm3, mula-mula sel PMN
dan limfosit dalam proporsi sama atau kadang-kadang sel PMN lebih banyak,
selanjutnya limfosit yang lebih banyak. Kadang-kadang jumlah sel pada fase akut
dapat mencapai kurang lebih 1000/mm3. Kadar protein meninggi dan
glukosa menurun.
Uji tuberkulin positif, alergi
pada 36%. Foto dada biasanya normal, bisa terdapat gambaran milier dan
kalsifikasi.
Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan gambaran klinis,
riwayat kontak dengan pasien TB, uji tuberkulin positif, dan kelainan cairan
serebrospinal.
Penatalaksanaan
Pengobatan biasanya terdiri dari kombinasi
INH, rifampisin, dan pirazinamid, kalau berat dapat ditambahkan etambutol atau
streptomisin. Pengobatan minimal 9 bulan, dapat lebih lama. Pemberian
kortikosteroid sebagai antiinflamasi, menurunkan tekanan intrakranial dan
mengobati edema otak. Pemberian kortikosteroid selama 2-3 minggu kemudian
diturunkan secara bertahap sampai lama pemberian 1 bulan. Ada yang memberikan
sampai 3 bulan.
Komplikasi
Gejala sisa neurologis (paresis spastik,
kejang, paraplegia, dan gangguan sensoris ekstremitas), atrofi optik, kebutaan,
gangguan intelektual, kelainan hipofisis dan hipotalamus (seksual prekoks,
hiperprolaktinemia, defisiensi hormon anti diuretik (ADH), hormon pertumbuhan,
kortikotropin, dan gonadotropin).
Prognosis
Pasien yang tidak diobati biasanya meninggal
dunia. Yang berumur lebih muda dari 3 tahun mempunyai prognosis lebih buruk
daripada yang lebih tua. Hanya 18% dari yang hidup mempunyai fungsi neurologis
dan intelektual normal.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !