Etiologi
E.coli adalah penyebab tersering. Penyebab lain
ialah klebsiela, enterobakter, pseudomonas, streptokok, dan
stafilokok.
Patogenesis
ISK terjadi melalui
cara:
o Hematogen: biasa terjadi pada bayi sebagai
akibat sepsis.
o Per kontinuitatum: pada anak besar dari
perineum menjalar secara asendens ke kandung kemih, ureter, atau parenkim
ginjal.
Faktor predisposisi ISK: kelainan kongenital
yang bersifat obstruktif dan refluks, batu
saluran kemih, pemasangan kateter kandung kemih, stasis urin karena
obstipasi, tumor, kandung kemih neurogenik, dll.
Manifestasi Klinis
ISK dapat simtomatik maupun asimtomatik. Pada
bayi baru lahir gejala dapat berupa demam, malas minum, ikterus, hambatan
pertumbuhan, atau tanda-tanda sepsis. Pada masa bayi gejala sering berupa panas
yang tidak jelas penyebabnya, nafsu makan kurang, gangguan pertumbuhan,
kadang-kadang diare atau kencing sangat berbau. Pada
usia prasekolah berupa sakit perut, muntah, demam, sering kencing, dan mengompol. Pada usia
sekolah gejala spesifik makin nyata berupa mengompol, sering kencing, sakit
waktu kencing, atau sakit pinggang.
Demam dan sakit pinggang merupakan gejala ISK
bagian atas (ureter, pielum, dan ginjal) sedangkan gejala ISK bagian bawah
(kandung kemih dan uretra) biasanya lebih ringan, umumnya berupa disuria,
polakisuria, atau kencing mengedan, tanpa demam.
Pada infeksi kronis atau berulang dapat
terjadi tanda-tanda gagal ginjal menahun atau hipertensi serta gangguan
pertumbuhan.
Pemeriksaan Penunjang
o Biakan urin: biakan urin pancaran tengah
(midstream urine) dan kateterisasi kandung kemih dianggap positif bila
jumlah kuman ≥ 100.000/ml urin. Jumlah kuman antara 10.000-100.000 dianggap
meragukan dan perlu diulang. Bila < 10.000 hasil dianggap sebagai
kontaminasi. Biakan urin dari pungsi kandung kemih dianggap positif bila
ditemukan > 200 kuman/ml urin.
o Urin lengkap: tidak ada korelasi pasti antara
piuria dan bakteriuria, tetapi pada setiap kasus dengan piuria harus dicurigai
kemungkinan ISK. Bila ditemukan silinder leukosit, kemungkinan pielonefritis
perlu dipikirkan.
o Radiologis: pemeriksaan ultrasonografi
sedapat mungkin dilakukan pada semua pasien ISK. Pielografi intravena (PIV)
dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya pielonefritis kronik, kelainan
kongenital, maupun obstruksi. Dengan miksio-sisto-uretrografi (MSU) dapat
ditemukan tanda-tanda refluks vesiko-ureter atau penyempitan pada muara uretra.
o Lain-lain: data tambahan berupa peninggian
laju endap darah (LED) dan kadar protein C-reaktif, penurunan fungsi ginjal,
serta adanya azotemia memberi petunjuk adanya ISK bagian
atas.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya
jumlah bakteri yang bermakna dalam urin yang seharusnya steril dengan atau tanpa
disertai piuria.
Penatalaksanaan
Tata laksana umum: atasi demam, muntah, dehidrasi, dll. Anak dianjurkan banyak minum dan
jangan membiasakan kencing. Untuk mengatasi disuria dapat diberikan
fenazopiridin (Pyridium) 7-10 mg/kgBB/hari. Faktor predisposisi dicari dan
dihilangkan. Tata laksana khusus ditujukan terhadap 3 hal, yaitu pengobatan
infeksi akut, pengobatan dan pencegahan infeksi berulang, serta deteksi dan
koreksi bedah terhadap kelainan anatomis saluran kemih.
1. Pengobatan infeksi akut: pada keadaan berat
atau demam tinggi dan keadaan umum lemah segera berikan antibiotik tanpa
menunggu hasil biakan urin dan uji resistensi kuman. Obat pilihan pertama adalah
ampisilin, kotrimoksazol, sulfisoksazol, asam nalidiksat, dan nitrofurantoin.
Sebagai pilihan kedua adalah aminoglikosida (gentamisin, amikasin, dll),
sefaleksin, doksisiklin, dll. Terapi diberikan selama 7
hari.
2. Pengobatan dan pencegahan infeksi berulang:
30-50% akan mengalami infeksi berulang dan sekitar 50% di antaranya tanpa
gejala. Maka, perlu dilakukan biakan ulang pada minggu pertama sesudah selesai
pengobatan fase akut, kemudian 1 bulan, 3 bulan, dan seterusnya setiap 3 bulan
selama 2 tahun. Setiap infeksi berulang harus diobati seperti pengobatan pada
fase akut. Bila relaps atau reinfeksi terjadi lebih dari 2 kali, pengobatan
dilanjutkan dengan terapi profilaksis menggunakan obat antisepsis saluran kemih,
yaitu nitrofurantoin, kotrimoksazol, sefaleksin, atau metenamin mandelat.
Umumnya diberikan ½ dosis normal, satu kali sehari pada malam hari selama 3
bulan. Bila ISK disertai dengan kelainan anatomis, pemberian obat disesuaikan
dengan hasil uji resistensi dan terapi profilaksis dilanjutkan selama 6 bulan,
bila perlu sampai 2 tahun.
3. Koreksi bedah: bila pada pemeriksaan
radiologis ditemukan obstruksi, perlu dilakukan koreksi bedah. Penanganan
terhadap refluks tergantung dari stadium. Refluks stadium I sampai III biasanya
akan menghilang dengan pengobatan terhadap infeksi. Pada stadium IV dan V perlu
dilakukan koreksi bedah dengan reimplantasi ureter pada kandung kemih
(ureteroneosistostomi). Pada pionefrosis atau pielonefritis atrofik kronik,
nefrektomi kadang-kadang perlu dilakukan.
Prognosis
ISK tanpa kelainan anatomis mempunyai
prognosis lebih baik bila pengobatan pada fase akut adekuat dan disertai
pengawasan terhadap kemungkinan infeksi berulang.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !