Ikterus adalah warna kuning
pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat penumpukan bilirubin, sedangkan
hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang
menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar
bilirubin tidak dikendalikan.
Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung
menjadi patologik:
- Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama setelah lahir
- Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5 mg/dl atau lebih setiap 24 jam
- Ikterus yang disertai:
- Berat lahir < 2.000 g
- Masa gestasi < 36 minggu
Etiologi
- Gangguan pengambilan dan pengangkutan bilirubin dalam hepatosit
- Gagalnya proses konyugasi dalam mikrosom hepar
- Gangguan dalam ekskresi
- Peningkatan reabsorpsi dari saluran cerna (siklus enterohepatik).
Metabolisme
Bilirubin
Sebagian besar (70-80 %) produksi bilirubin
berasal dari eritrosit yang rusak. Heme dikonversi menjadi bilirubin indirek
(tak terkonjugasi) kemudian berikatan dengan albumin dibawa ke hepar. Di dalam
hepar, dikonjugasikan oleh asam glukuronat pada reaksi yang dikatalisasi oleh
glukuronil transferase. Bilirubin direk (terkonjugasi) disekresikan ke traktus
bilier untuk diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Pada bayi baru
lahir yang ususnya bebas dari bakteri; pembentukan sterkobilin tidak terjadi.
Sebagai gantinya, usus bayi banyak mengandung beta glukuronidase yang
menghidrolisis bilirubin glukoronid menjadi bilirubin indirek dan akan
direabsorpsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik ke aliran darah.
Manifestasi Klinis
Pengamatan ikterus paling baik dilakukan
dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar
bilirubin serumnya kira-kira 6 mg/dl atau 100 mikro mol/L (1 mg/dl = 17,1 mikro
mol/L.). Salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara klinis,
sederhana, dan mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya
dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol
seperti tulang hidung, dada, lutut, dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan
tampak pucat atau kuning.
Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus,
yaitu suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak
terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus
merah dan nukleus di dasar ventrikel IV. Secara klinis pada awalnya tidak jelas,
dapat berupa mata berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, malas minum,
tonus otot meningkat, leher kaku, dan opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi
spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Dapat
ditemukan ketulian pada nada tinggi, gangguan bicara, dan retardasi
mental.
Penatalaksanaan
Pada dasarnya, pengendalian kadar bilirubin
serum adalah sebagai berikut:
- Stimulasi proses konjugasi bilirubin dengan mempergunakan fenobarbital. Obat ini bekerjanya lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan ikterus yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai lagi.
- Menambahkan bahan yang kurang dalam proses metabolisme bilirubin (misalnya menambahkan glukosa pada keadaan hipoglikemia), atau menambahkan bahan untuk memperbaiki transportasi bilirubin (misalnya albumin). Penambahan albumin boleh dilakukan walaupun tidak terdapat hipoalbuminemia. Tetapi perlu diingat adanya zat-zat yang merupakan kompetitor albumin yang juga dapat mengikat bilirubin (mis. Sulfonamida atau obat-obatan lainnya). Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini mengakibatkan kadar bilirubin plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan albumin. Albumin diberikan dalam dosis yang tidak melebihi 1 g/kgBB, sebelum maupun sesudah tindakan transfusi tukar.
- Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini.
- Memberikan terapi sinar sehingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.
- Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar.
Indikasi transfusi tukar dini: (1) Hidrops;
(2) Adanya riwayat penyakit yang berat; dan (3) Adanya riwayat sensitisasi.
Tujuannya adalah (1) Mengkoreksi anemia; (2) Menghentikan hemolisis; (3)
Mencegah peningkatan bilirubin. Pada situasi penyakit hemolitik, pertimbangan
dilakukan transfusi tukar dini adalah:
- Kadar bilirubin tali pusat melebihi 4,5 mg/dl, kadar Hb tali pusat < 11 g/dl
- Kecepatan kenaikan kadar bilimbin melebihi 1 mg/dl/jam walaupun telah dilakukan terapi sinar
- Kadar hemoglobin antara 10-13 g/dl dan kenaikan kadar bilirubin melebihi 0,5 mg/dl/jam walaupun telah dilakukan terapi sinar
- Kadar bilirubin 20 mg/dl; atau terlihat akan mencapai 20 mg/dl dengan kecepatan kenaikan seperti yang sedang berlangsung
- Tetap terjadi anemia yang bertambah berat walaupun telah dilakukan tindakan mengatasi kenaikan bilirubin dengan cara lain (mis. terapi sinar).
Tindakan transfusi tukar lanjut dilakukan
apabila kadar bilirubin diduga dapat berubah nenjadi toksik: Pengulangan
transfusi tukar dapat terjadi apabila (1) setelah transfusi tukar yang pertama
selesai, kadar bilirubin masih juga menunjukkan kecepatan kenaikan lebih dari 1
mg/dl/jam; dan (2) terdapat anemia hemolitik berat yang menetap. Apabila kadar
awal bilirubin melebihi 25 mg/dl, mungkin biasanya kadar bilirubin setelah
transfusi tukar pertama akan masih tinggi dan perlu dilakukan transfusi tukar
ulangan dalam 8-12 jam berikutnya.
Terdapat perbedaan
tatalaksana ikterus pada neonatus cukup bulan dan neonatus kurang
bulan.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !