Etiologi
Penyebab lokal:
o Trauma, misalnya mengorek hidung, terjatuh,
terpukul, benda asing di hidung, trauma pembedahan,
atau iritasi gas yang merangsang.
o Infeksi hidung dan sinus paranasal, seperti
rinitis, sinusitis; serta granuloma spesifik, seperti lepra dan sifilis.
o Tumor, baik jinak maupun ganas pada hidung,
sinus paranasal, dan nasofaring.
o Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan
tekanan atmosfir mendadak seperti pada penerbang dan penyelam (penyakit
Caisson), atau lingkungan yang udaranya sangat dingin.
o Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan
epistaksis ringan disertai ingus berbau busuk.
o Idiopatik, biasanya merupakan epistaksis yang
ringan dan berulang pada anak dan remaja.
Penyebab sistemik:
o Penyakit kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah.
o Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemofilia, dan leukemia.
o lnfeksi sistemik, seperti demam berdarah dengue, influenza, morbili, atau demam
tifoid.
o Gangguan endokrin, seperti pada kehamilan,
menars, dan menopause.
o Kelainan kongenital, seperti penyakit Osler
(hereditary hemorrhagic telangiectasia)
Patofisiologi
Terdapat dua sumber perdarahan yaitu bagian
anterior dan posterior.
Pada epistaksis anterior, perdarahan berasal dari pleksus
Kiesselbach (yang paling banyak terjadi dan sering ditemukan pada anak-anak),
atau dari arteri etmoidalis anterior. Biasanya perdarahan tidak begitu hebat
dan bila pasien duduk darah akan keluar melalui lubang hidung. Sering kali dapat
berhenti spontan dan mudah diatasi.
Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal
dari arteri sfenopalatina dan arteri etmoidalis posterior. Epistaksis posterior
sering terjadi pada pasien usia lanjut yang menderita hipertensi, arteriosklerosis, atau penyakit
kardiovaskular. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti
spontan.
Penatalaksanaan
Tiga prinsip utama penanggulangan epistaksis:
1. Menghentikan perdarahan
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah berulangnya
epistaksis
Alat-alat yang digunakan: lampu kepala,
spekulum hidung, alat hisap, forsep bayonet, spatel lidah, kateter karet,
pelilit kapas (cotton applicator), lampu spiritus, kapas, tampon
posterior (tampon Bellocq), vaselin, salep antibiotik, larutan pantokain 2% atau
semprotan silokain urttuk anestasi lokal, larutan adrenalin 1/10.000, larutan
nitras argenti 20-30%, larutan triklorasetat 10%, atau
elektrokauter.
Pertama-tama, keadaan umum dan tanda vital
harus diperiksa, Anamnesis singkat sambil mempersiapkan alat, kemudian yang
lengkap setelah perdarahan berhenti untuk membantu menentukan sebab
perdarahan.
Menghentikan perdarahan secara aktif, seperti
pemasangan tampon dan kaustik lebih baik daripada memberikan obat-obatan
hemostatik sambil menunggu epistaksis berhenti.
Pasien diminta duduk tegak (agar tekanan
vaskular berkurang dan mudah membatukkan darah di faring). Bila dalam keadaan
lemah atau syok, pasien dibaringkan dengan bantal di belakang punggung. Sumber
perdarahan dicari dengan bantuan alat hisap agar hidung bersih dari bekuan
darah. Kemudian, pasang tampon anterior yang telah dibasahi dengan adrenalin dan
lidokain atau pantokain untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri
untuk tindakan selanjutnya. Biarkan 3-5 menit dan tentukan apakah sumber
perdarahan di bagian anterior atau posterior.
Pada anak yang sering mengalami epistaksis
ringan, perdarahan dihentikan dengan cara menekan kedua cuping hidung ke arah
septum selama beberapa menit.
Perdarahan
Anterior
Jika terlihat, sumber perdarahan dikaustik
dengan larutan nitras argenti 20-30% (atau asam triklorasetat 10%) atau
elektrokauter. Sebelumnya diberikan analgesik topikal. Bila dengan cara ini
perdarahan masih terus berlangsung, maka diperlukan pemasangan tampon anterior,
yaitu kapas atau kasa menyerupai pita dengan lebar kurang lebih ½ cm, yang diberi vaselin atau salep antibiotik
agar tidak melekat sehingga tidak terjadi perdarahan ulang saat pencabutan.
Tampon anterior dimasukkan melalui nares anterior, diletakkan berlapis mulai
dari dasar sampai puncak rongga hidung, dan harus menekan tempat asal
pendarahan. Tampon dipertahankan 1-2 hari.
Jika tidak ada penyakit yang mendasarinya, pasien
diperbolehkan rawat jalan, dan diminta lebih banyak duduk serta mengangkat
kepalanya sedikit pada malam hari. Pasien lanjut usia harus dirawat.
Pendarahan
Posterior
Terjadi bila sebagian besar darah yang keluar
masuk ke dalam faring, tampon anterior tidak dapat menghentikan perdarahan, dan
pada pemeriksaan hidung tampak perdarahan di posterior
superior.
Perdarahan posterior lebih sukar diatasi
karena perdarahan biasanya hebat dan sukar melihat bagian posterior dari kavum
nasi. Dilakukan pemasangan tampon posterior (tampon Bellocq), yaitu tampon yang
mempunyai tiga utas benang, 1 utas di tiap ujung dan 1 utas di tengah. Tampon
harus dapat menutup koana (nares posterior). Tampon dibuat dari kasa padat
berbentuk bulat atau kubus dengan diameter kurang lebih 3
cm.
Untuk memasang tampon Bellocq, kateter karet
dimasukkan melalui salah satu nares anterior sampai tampak di orofaring dan
ditarik keluar melalui mulut. Ujung kateter diikat pada salah satu benang yang
ada pada salah satu ujung tampon, kemudian kateter ditarik melalui hidung sampai
benang keluar dari nares anterior Dengan cara yang sama benang yang lain
dikeluarkan melalui lubang hidung sebelahnya. Benang yang keluar kemudian
ditarik, dan dengan bantuan jari telunjuk tampon tersebut didorong ke arah
nasofaring. Agar tidak bergerak, kedua benang yang keluar dari nares anterior
kemudian diikat pada sebuah gulungan kasa di depan lubang hidung. Ujung benang
yang keluar dari mulut, dilekatkan pada pipi. Benang tersebut berguna bila
hendak mengeluarkan tampon. Jika dianggap perlu, dapat pula dipasang tampon
anterior.
Pasien dengan tampon posterior harus dirawat
dan tampon dikeluarkan dalam waktu 2-3 hari setelah pemasangan. Dapat diberikan
analgesik atau sedatif yang tidak menyebabkan depresi pernapasan. Bila cara di
atas dilakukan dengan baik, maka sebagian besar epistaksis dapat
ditanggulangi.
Sebagai pengganti tampon posterior, dapat
pula dipakai kateter Foley dengan balon.
Selain itu dapat pula dipakai obat-obatan
hemostatik seperti vitamin K atau karbazokrom.
Pada epistaksis berat dan berulang yang tak
dapat diatasi dengan pemasangan tampon, diperlukan ligasi arteri etmoidalis
anterior dan posterior atau arteri maksila interna. Untuk ini pasien harus
dirujuk ke rumah sakit.
Epistaksis akibat fraktur nasi atau septum nasi biasanya
berlangsung singkat dan berhenti secara spontan. Kadang-kadang timbul kembali
beberapa jam atau beberapa hari kemudian setelah edema berkurang. Sebaiknya
pasien dirujuk untuk menjalani perawatan fraktur nasi dan ligasi bila
diperlukan.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk menilai keadaan umum dan mencari
etiologi, dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, fungsi hemostasis, uji faal
hati dan ginjal. Dilakukan pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan
nasofaring, setelah keadaan akut diatasi.
Cara pemasangan tampon Bellocq
Komplikasi
Dapat terjadi langsung akibat epistaksis
sendiri atau akibat usaha penanggulangannya.
Akibat perdarahan hebat
1. Syok dan anemia
2. Tekanan darah yang turun mendadak dapat
menimbulkan iskemia otak, insufisiensi koroner dan infark miokard, dan akhirnya kematian. Harus segera
dilakukan pemberian infus atau transfusi darah.
Akibat pemasangan
tampon
1. Pemasangan tampon dapat menimbulkan
sinusitis, otitis media, bahkan septikemia. Oleh karena itu pada setiap
pemasangan tampon harus selalu diberikan antibiotik dan setelah 2-3 hari harus
dicabut meski akan dipasang tampon baru bila masih
berdarah.
2. Sebagai akibat mengalirnya darah secara
retrograd melalui tuba Eustachius, dapat terjadi hemotimpanum dan air mata yang
berdarah.
3. Pada waktu pemasangan tampon Bellocq dapat
terjadi laserasi palatum mole dan sudut bibir karena benang terlalu kencang
dilekatkan.
Prognosis
Sembilan puluh persen kasus epistaksis dapat
berhenti sendiri. Pada pasien hipertensi
dengan/tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat, sering kambuh, dan
prognosisnya buruk.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !