Visum et repertum (VeR) adalah keterangan yang dibuat dokter
atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis
terhadap manusia, hidup maupun mati, ataupun bagian/diduga bagian tubuh manusia,
berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan
peradilan.
Perbedaan VeR dengan Catatan Medis dan Surat Keterangan Medis Lain

Peranan dan Fungsi
Visum et repertum berperan sebagai salah satu
alat bukti yang sah dalam proses pembuktian perkara pidana terhadap kesehatan
dan jiwa manusia. Dalam VeR terdapat uraian hasil pemeriksaan medis yang
tertuang dalam bagian Pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai
pengganti barang bukti. VeR juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai
hasil pemeriksaan medis yang tertuang dalam bagian
Kesimpulan.
Bila VeR belum dapat menjemihkan persoalan di sidang
pengadilan, hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru,
seperti yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Acuan Pidana (KUHAP),
yang memberi kemungkinan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas
barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau
penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan.
Catatan medis adalah catatan tentang seluruh
hasil pemeriksaan medis beserta tindakan pengobatan/perawatannya yang merupakan
milik pasien, meskipun dipegang oleh dokter/institusi kesehatan. Catatan medis
ini terikat pada rahasia pekerjaan dokter yang diatur dalam Peraturan Pemerintah
No.10 tahun 1966 tentang rahasia kedokteran dengan sanksi hukum seperti dalam
pasal 322 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Dokter boleh membuka isi catatan medis kepada
pihak ketiga, misalnya dalam bentuk keterangan medik, hanya setelah memperoleh
izin dari pasien, baik langsung maupun berupa perjanjian yang dibuat sebelumnya
antara pasien dengan pihak ketiga tertentu, misalnya pada klaim
asuransi.
Karena visum et repertum dibuat berdasarkan
undang-undang yaitu Pasal 120, 179, dan 133 ayat 1 KUHAP, maka dokter tidak
dapat dituntut karena membuka rahasia pekerjaan sebagaimana diatur dalam pasal
322 KUHP, meskipun dokter membuatnya tanpa seizin pasien. Pasal 50 KUHP
mengatakan bahwa barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan
undang-undang, tidak dipidana, sepanjang visum et repertum tersebut hanya
diberikan kepada instansi penyidik yang memintanya, untuk selanjutnya
dipergunakan dalam proses pengadilan.
Jenis dan Bentuk Visum et Repertum
Ada beberapa jenis visum et repertum, yaitu
visum et repertum perlukaan (termasuk keracunan), visum et repertum kejahatan
susila, visum et repertum jenazah, dan visum et repertum psikiatrik. Tiga jenis
visum yang pertama adalah visum et repertum mengenai tubuh/raga manusia yang
dalam hal ini berstatus sebagai korban tindak pidana, sedangkan jenis terakhir
adalah mengenai jiwa/mental tersangka atau terdakwa atau saksi lain dari
suatu tindak
pidana.
Visum et repertum dibuat secara tertulis,
sebaiknya dengan mesin ketik, di atas sebuah kertas putih dengan kepala surat
institusi kesehatan yang melakukan pemeriksaan, dalam bahasa Indonesia, tanpa
memuat singkatan dan sedapat mungkin tanpa istilah asing, bila terpaksa
digunakan agar diberi penjelasan bahasa Indonesia.
Apabila penulisan sesuatu kalimat dalam visum
et repertum berakhir tidak pada tepi kanan format, maka sesudah tanpa tanda
titik harus diberi garis hingga ke tepi kanan format.
Visum et repertum terdiri dari 5 bagian, yaitu
:
1. Kata Pro Justitia yang diletakkan di
bagian atas menjelaskan bahwa visum et repertum khusus dibuat untuk tujuan
peradilan. Tidak dibutuhkan materai untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti di
depan sidang pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum.
2. Bagian Pendahuluan. Kata ‘Pendahuluan’
sendiri tidak ditulis di dalam visum et repertum, melainkan langsung dituliskan
berupa kalimat-kalimat di bawah judul. Bagian ini menerangkan nama dokter
pembuat visum et repertum dan institusi kesehatannya, instansi penyidik
pemintanya berikut nomor dan tanggal surat permintaannya, tempat, dan waktu
pemeriksaan, serta identitas korban yang diperiksa. Dokter tidak dibebani
pemastian identitas korban, uraiannya cukup sesuai dengan yang tertulis dalam
surat permintaan visum et repertum.
3. Bagian Pemberitaan. Bagian ini berjudul
‘Hasil Pemeriksaan’ dan bensi hasil pemeriksaan medis tentang keadaan kesehatan
atau sakit atau luka korban yang berkaitan dengan perkaranya, tindakan medis
yang dilakukan serta keadaannya setelah pengobatan/perawatan selesai. Bila
dilakukan autopsi, maka diuraikan keadaan seluruh alat dalam yang berkaitan
dengan perkara dan matinya orang tersebut. Temuan hasil pemeriksaan medis yang
bersifat rahasia dan tidak berkaitan dengan perkaranya tidak dituangkan dalam
bagian pemberitaan dan dianggap tetap sebagai rahasia
kedokteran.
4. Bagian Kesimpulan. Bagian ini berjudul
‘Kesimpulan’ dan berisi pendapat dokter berdasarkan keilmuannya, mengenaijenis
perlukaan/cedera yang ditemukan danjenis kekerasan atau zat penyebabnya, serta
derajat perlukaan atau sebab kematiannya.
5. Bagian Penutup. Bagian ini tidak
berjudul dan berisikan kalimat baku ‘Demikianlah visum et repertum ini saya buat
dengan sesungguhnya berdasarkan keihnuan saya dan dengan mengingat sumpah sesuai
dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.’
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !